KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diaucapkan kecuali puji syukur kehadirat Allah SWT
yang mana iya telah limpahkan rahmat hidayah-nya sehinggah tugas makalah ini
dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah
ini disusun sebagai salah satu tugas pada mata kuliah “Profesionalisasi
Bimbingan dan Konseling” yang
berjudul Lisensi dan Sertifikasi Profesi BK.
`Dalam makalah ini tentunya masih ada kekurangan-kekurangan yang
tanpa di senggaja atau di sadari kekuranganya maka dalam hal ini di harapkan
saran dan kritik yang sifatnya membantu atau membanggun motifasi dalam membuat
makalah yang berikutnya.
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir
ini pendidikan menjadi masalah yang ramai dibicarakan. Berbicara
mengenai pendidikan berarti berbicara tentang profesiguru. Pada saat ini
profesi guru merupakan salah satu profesi yang banyak diminati oleh kebanyakan
siswa dan siswi, hal tersebut karena guru merupakan profesi yang dapat
menentukan masa depan bangsa ini, guru yang baik dan berkualitas dapat
menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas juga, begitu pun
sebaliknya, seorang guru yang tidak berkualitas akan menjadikan bangsa ini
menjadi bangsa yang tertinggal dan bahkan bisa menjadi bangsa yang terjajah
lagi, selain itu saat ini profesi guru dijamin kesejahteraan hidupnya
Sertifikasi konselor adalah pengakuan terhadap seseorang yang
telah memiliki kompetensi untuk melaksanakanpelayanan bimbingan dan konseling,
setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus uji kompetensi yang diselenggarakan
oleh lembaga pendidikan tenaga pendidikan (LPTK) program studi Bimbingan dan
Konseling yang terakreditasi.
Kompetensi yang diases adalah penguasaan kemampuan akademik
sebagai landasan keilmuan dari segi penyelenggaraan layanan ahli bidang
Bimbingan dan Konseling. Sertifikat kompetensi konselor dianugerahkan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan yang memiliki kapasitas dalam pembentukan
penguasaan kompetensi yang dimaksud.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja Standar Kompetensi Profesi Konseling ?
2.
Apa isi Sertifikasi Kompetensi Konselor ?
3.
Apa fungsi dari Lisensi Konselor ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian,
isi dan fungsi dari Lisensi dan sartifikasi Profesionalisasi Bimbingan dan
Konseling, dan sebagai salah satu tugas mata mata kuliah profesionalisasi
bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tuntutan dan Arah Standardisasi Profesi
Konseling
Perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan
kebutuhan masyarakat berkenaan dengan pelayanan konseling menuntut adanya
standardisasi profesi konseling di Indonesia. Kondisi yang sedang berkembang
pada saat ini yang menjadi dasar perlunya stnadardisasi profesi konseling
antara lain sebagai berikut:
1.
Perkembangan pendidikan dan kehidupan masyarakat semkain
mendunia yang diringi dengan berbagai perubahan dan kemajuan serta
masalah-masalah yang melekat di dalamnya menimbulkan berbagai tantangan dan
sekaligus menumbuhkan harapan bagi seluruh warga masyarakat. Tantangan,
harapan, kesenjangan, dan persaingan yang terus- menerus sebagai suatu
kenyataan yang dihadapi manusia dalam berbagai setting kehidupan, yaitu
keluarga, sekolah, lembaga formal dan non formal, dunia usaha dan industri,
organisasi pemuda dan kemasyarakatan, menjadi potensi timbulnya berbagai
permasalahan. Kondisi semacam ini menjadikan fokus, perhatian serta medan
pelayanan konseling semakin melebar, tidak hanya terbatas pada lingkungan
persekolahan, melainkan juga memasuki lingkungan masyarakat luas. Konseling
untuk semua (counseling for all) dan
konseling sepanjang hayat (lifelong
counseling) menjadi sangat relevan dengan dan sangat diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan dan peningkatan kondisi kehidupan masyarakat yang
mendunia. Dalam lingkup yang lebih luas itu, profesi konseling di Indonesia
tidak hanya terkait dengan berbagai aspek yang bersifat nasional, melainkan
juga bersifat internasional.
2.
Pelayanan konseling yang diarahkan untuk membantu
pengembangan individu dalam setting sekolah dan masyarakat luas itu harus
diselenggarakan oleh tenaga ahli profesional. Pendidikan tenaga profesi
konseling yang selama ini dilakukan di LPTK, pada jenjang Sarjana (S1),
Magister (S2), dan Doktor (S3), perlu dikaji ulang sesuai dengan arah profesi
konseling yang dapat diakses untuk setting persekolahan maupun setting
masyarakat luas. Kompetensi tenaga konseling profesional perlu dirumuskan dalam
kaitannya standar profesi konseling. Kompetensi ini menjadi acuan atau dasar
pengembangan program dan penyelenggaraan pendidikan tenaga konseling dalam
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Program Pendidikan Magister dan doktor
memiliki fungsi menyaipkan tenaga ahli atau akademisi untuk memperkuat bidang
akademik, penelitian, dan pengembangan keilmuan konseling. Program Pendidikan
Profesi Konselor (PPK) lebih terfokus kepada penyiapan praktisi konselor
profesional yang berkewenangan menyelenggarakan pelayanan profesi konseling
dimasyarakat luas.
3.
Jurusan/Program Studi Bimbingan dan Konseling sebagai
penyelenggara program pendidikan prajabatan tenaga konseling profesional perlu
memenuhi standar profesi konseling yang diharapkan. Hal ini mencakup kurikulum,
dosen, sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya sehingga memenuhi standar
minimum bagi terselenggaranya pendidikan profesional konseling. Pemenuhan
standar profesi oleh para dosen akan dapat secara langsung meningkatkan
keprofesionalan konseling dengan dampak yang berganda,terhadap: (a) mutu
pendidikan program Sarjana (S1) Konseling; (b) mutu pelayanan konseling yang
dipraktikan para lulusan S1 Konseling; (c) mutu perkembangan peserta didik di
sekolah yang mendapat pelayanan konseling dari lulusan S1 Konseling; dan (d)
mutu perkembangan dan perilaku individu/kelompok warga masyarakat yang telah
mendapat pelayanan konseling, termasuk dari konselor yang berpraktik secara
mandiri (privat).
4.
Pelayanan konseling yang mendunia menuntut standar
profesi yang memenuhi persyaratan nasional dan internasional. Dalam hal ini,
pelayanan dan program-program pendidikan tenaga profesi konseling harus
didasarkan pada standar profesi konseling yang tidak hanya mendapat pengakuan
nasional tetapi juga internasional. Profesi konseling di Indonesia dituntut
untuk memenuhi satndar persayaratan konseling nasional, dan internasional, dan
para tenaga profesionalnya dapat bersaing dengan tenaga profesional konseling
di negara-negara lain.
B.
Konselor sebagai Profesi
Konselor adalah
tenaga profesi yang menuntut keahlian khusus dalam bidang konseling. Profesi
merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan
tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma
yang berlaku. Profesi konseling merupakan keahlian pelayanan pengembangan
pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan
kebahagiaan pengguna sesuai dengan martabat,nilai, potensi, dan keunikan
individu berdasarkan kajian dan penerapan ilmu dan teknologi dengan acuan dasar
ilmu pendidikan dan psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan konseling yang
diwarnai oleh budaya pihak-pihak yang terkait. Dengan demikian paradigma
konseling adalah pelayanan bantuan
psiko-pendidikan dalam bingkai budaya.
Konseling
sebagai ilmu dan profesi harus memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan
nasional serta kehidupan masyarakat dan bangsa pada umumnya. Dari sudut pandang
profesi bantuan (helping profession) pelayanan konseling diabdikan bagi
peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan dengan cara menfasilitasi
perkembangan individu atau kelompok individu sesuai dengan kekuatan,kemampuan
potensial dan aktual serta peluang-peluang yang dimilikinya, dan membantu
mengatasi kelemahan dan hambatan serta kendalam yang dihadapi dalam
perkembangan dirinya. Pandangan terhadap manusia dari segi potensinya yang
positif adalah sesuatu yang memberikan ciri pelayanan konseling dalam konteks
pendidikan yang membedakannya dari perspektif pelayanan medis/klinis yang cenderung
melihat dari sudut patologi.
Konseling tidak
lagi hanya dipelajari sebagai seperangkat teknik, melainkan sebagai kerangka
berpikir dan bertindak yang bernuansa kemanusiaan dan keindividuan. Nuanasa
yang dimaksud akan lebih tampak dalam masyarakat berbasis pengetahuan
(knowledge based society) yang menempatkan orientasi kemanusiaan dan belajar
sepanjang hayat sebagai central featur
kehidupan masyarakat masa kini dan yang akan datang. Proses konseling tidak
lagi sebagai proses parsial, melainkan sebagai proses holistik yang memadukan
persiapan hidup dan dunia kerja yang mencakupi seluruh domain belajar, yang
memadukan pengetahuan, nilai, kompetensi, dan keterampilan. Dalam perspektif
ini, konseling memiliki peran membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
belajar baru dan memberdayakan mereka dalam memperoleh keseimbangan hidup,
belajar, dan bekerja. Konseling menjadi proses belajar sepanjang hayat (lifelong counseling) yang dapat diakses
secara berkelanjutan oleh seluruh lapisan masyarakat, berorientasi holistik,
mampu menyediakan layanan dalam rentang yang lebar dan bervariasi, termasuk
kelompok masyarakat yang beruntung. Kerangka konseling seperti ini bersifat holistik yang menyatukan hakikat
kemanusiaan, wawasan dan keilmuan, keterampilan, nilai serta sikap dalam
pelayanan.
Kekuatan dan
eksistensi profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja
tenaga profesional dengan kepercayaan publik Brigg & Blocher,1986).
Masyarakat percaya bahwa pelayanan yang diperlukannya itu hanya dapat diperoleh
dari orang yang dipersepsikan sebagai seorang yang berkompeten untuk memberikan
pelayanan yang dimaksudkan. Public trust akan mempengaruhi konsep
profesi dan memungkinkan anggota profesi berfungsi dalam cara-cara profesional.
Public trust akan menumbuhkan dan melanggengkan profesi, karena dalam public
trust terkandung keyakinan bahwa profesi dan para anggota profesi berada dalam
kondisi:
1. memiliki kompetensi dan keahlian yang
disiapkan melalui pendidikan dan latihan
khusus dalam standar kecakapan yang tinggi
2. memiliki perangkat ketentuan yang
mengatur perilaku profesional dan melindungi kesejahteraan publik, yaitu adanya
kodifikasi perilaku profesional sebagai
aturan perilaku profesional, dan anggota perofesi bekerja berdasarkan standar
perilaku profesional
3. anggota profesi dimotivasi untuk
melayani pengguna dan pihak-pihak terkait dengan cara terbaik, dengan komitmen
untuk mengutamakan kepentingan pengguna dan tidak mengutamakan kepentingan
pribadi dan finansial.
Profesionalisasi konseling di
Indonesia harus dilihat dalam konteks upaya untuk:
1. mengokohkan dan mempromosikan identitas,
kelayakan, dan akuntabilitas pendidik dan tenaga kependidikan secara nasional
maupun internasional
2. menegaskan identitas profesi pendidikan
dan masyarakat pendidik dan tenaga kependidikan yang secara nasional telah
memenuhi standard
3. memantapkan kerjasama antara Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan dengan organisasi profesi dalam mendidik dan
menyiapkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan profesional
4. mendorong perkembangan profesi pendidik
dan tenaga kependidikan dengan tuntutan dinamika perkembangan masyarakat
5. memberikan perlindungan kepada pendidik
dan tenaga kependidikan serta para penggunanya.
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa perguruan
tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi (pasal
19 ayat 3). Sebelumnya, ditetapkan bahwa kurikulum perguruan tinggi disusun
oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna
(Kepmendiknas nomor 045/U/2002). Disini tampak bahwa organisasi profesi
memiliki peran yang cukup signifikan untuk berkontribusi di dalam merencanakan
kurikulum pendidikan tinggi. Hal ini dapat dimaknai bahwa pendidikan tenaga
konseling profesional menjadi tanggungjawab perguruan tinggi (LPTK) bersama masyarakat
profesi dan pengguna.
Kredensialisasi
profesi konseling, yang meliputi sertifikasi,lisensi dan akreditasi menjadi
tanggung jawab bersama antara perguruan tinggi dan organisasi profesi
berdasarkan standar profesi yang telah dirumuskan dan ditetapkan. Hal ini
penting untuk berkembangnya public trust terhadap profesi
pendidikan,baik dalam konteks kehidupan keprofesional nasional maupun
internasional.
C.
Standar Kompetensi Profesi Konseling
Tuntutan dan arah standardisasi profesi konseling di
Indonesia mengacu kepada perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan
kebutuhan masyarakat berkenaan dengan pelayanan konseling. Standar kompetensi,
merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup kemampuan,pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dicapai,diketahui, dan mahir dilakukan oleh
tenaga konselor.
Kompetensi merupakan komponen utama
dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi dan
kredensi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu.
Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang
terkait dengan eksplorasi dan investigasi,menganalisis dan memikirkan, serta
memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan
cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi
bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang
berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi profesi konselor merupakan keterpaduan
kemampuan personal,keilmuan dan teknologi, serta sosial yang secara menyeluruh
membentuk kemampuan standar profesi konselor.
Profil
kompetensi Konselor meliputi komponen berikut:
1.
Kompetensi pengembangan kepribadian (KPK), yaitu
kompetensi berkenaan dengan pengembangan pribadi yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,berkepribadian mantap,
mandiri dan mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
a.
Menampilkan kepribadian beriman dan bertakwa, bermoral,
terintegritas, mandiri.
b.
Menghargai dan meninggikan hakikat, harkat dan kehidupan kemanusiaan.
2.
Kompetensi landasan keilmuan dan keterampilan (KKK),
yaitu kompetensi berkenaan dengan bidang keilmuan sebagai landasan keterampilan
yang hendak dibangun. Kompetensi ini meliputi substansi dalam bidang
pendidikan, psikologi, dan budaya.
3.
Kompetensi keahlian berkarya (KKB), yaitu kompetensi
berkenaan dengan kemampuan keahlian berkarya dengan penguasaan keterampilan
yang tinggi.
a.
Hakikat pelayanan konseling.
b.
Paradigma,visi dan misi konseling.
c.
Dasar keilmuan konseling
d.
Bentuk/format pelayanan konseling
e.
Pendekatan pelayanan konseling.
f.
Teknik konseling.
g.
Instrumentasi konseling.
h.
Sumber dan media dalam konseling.
i.
Jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling.
j.
Pengelolaan pelayanan konseling.
4.
Kompetensi perilaku berkarya (KPB), yaitu kompetensi
berkenaan dengan perilaku berkarya berlandaskan dasar-dasar keilmuan dan
profesi sesuai dengan pilihan karir dan profesi.
a.
Etika profesional konseling
b.
Riset dalam konseling
c.
Organisasi profesi konseling
5.
Kompetensi berkehidupan bermasyarakat (KBB), yaitu
kompetensi berkenaan dengan pemahaman kaidah berkehidupan dalam masyarakat
profesi sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
a.
Hubungan antar-individu dan berhubungan dengan
lingkungan.
b. Hubungan kolaboratif dengan tenaga profesi lain: pembentukan tim kerjasama,
pelaksanan kerjasama, dan tanggung jawab bersama.
D.
Sertifikasi Kompetensi Konselor
Sertifikasi
kompetensi sebagai upaya penjamin mutu konselor dan di Indonesia mempunyai arti
strategis dan mendasar dalam upaya peningkatan mutu konseling. Sertifikasi
merupakan jawaban terhadap adanya kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi
profesional konselor. Oleh karena itu proses sertifikasi dipandang sebagai
bagian esensial dalam memperoleh sertifikat kompetensi yang diperlukan.
Sertifikasi kompetensi adalah proses
uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi
seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat kompetensi konselor. National
Commission on Educational Services (NCES) di Amerika Serikat memberikan
pengertian sertifikasi secara lebih umum. Certification is a procedure
whereby the state evaluates and reviews a teacher candidate’s credentials and
provides him or her a license to teach. Jadi negara bagian di Amerika
Serikat,melalui badan independen, yang disebut The American Association of
Colleges for Teacher Education (AACTE) menilai ijazah yang dimiliki oleh
calon guru untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberikan izin untuk
menjadi guru atau tidak. Hal ini diperlukan karena model pendidikan tenaga
keguruan antar lembaga penyelenggara pendidikan sangat bervariasi, baik di
kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat
kompetensi. Oleh karena itu pemerolehan sertifikat dalam pertemuan ilmiah,
seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, simposium, dan lain-lain bukanlah
sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara
pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat
sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu
setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk tenaga
kependidikan maupun non-kependidikan. Khusus untuk tenaga kependidikan, Pasal
42 ayat (2) menyatakan bahwa pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang
pendidikan usia dini, pendidikan dasar,pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Pasal 43 ayat (2)
menegaskan bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Jadi
peran lembaga penyelenggara program pendidikan tenaga kependidikan yang
terakreditasi sudah jelas dan tegas berwenang menyelenggarakan sertifikasi
pendidik untuk TK,SD,SMP,SMA, dan SMK. Ijazah merupakan pengakuan terhadap
prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan
pendidikan yang terakreditasi.
Tujuan sertifikasi secara substantif adalah untuk
mengaudit kompetensi konselor. Secara fungsional tujuan sertifikasi adalah
sebagai berikut:
1.
Melindungi profesi konselor;
2.
Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak
kompeten, sehingga merusak citra konselor
3.
Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara konseling,
dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap
pelamar yang kompeten
4.
Membangun citra masyarakat terhadap profesi konselor
5.
Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu
konselor.
E. Lisensi Konselor
Lisensi merupakan
ijin yang diberikan oleh lembaga pemerintah atau lembaga lisensi kepada
individu untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah dibuktikan bahwa individu
yang bersangkutan memenuhi persyaratan kompetensi sehingga keamanan,
kesejahteraan, atau kesehatan masyarakat terlindungi (Shimberg,1987). Di
Amerika Serikat, undang-undang lisensi diberlakukan pada akhir tahun1800-an,
diawali oleh profesi kesehatan (dokter, dokter gigi, farmasi). Pada saat itu,
masyarakat mulai cemas karena siapapun boleh berpraktik dalam bidang tersebut,
tanpa persyaratan pendidikan atau pelatihan tertentu. Para profesi terkait,
bersama-sama dengan masyarakat, kemudian memperjuangkan peraturan perundangan
lisensi sehingga memungkinkan aparat keamanan mencegah individu yang tidak
berkualifikasi untuk berpraktik. Dengan demikian lisensi berfungsi ganda,
kecuali untuk penjaminan mutu juga untuk proteksi profesi.
Lisensi konselor
diharapkan berlaku untuk rentang waktu tertentu, baik bagi yang tidak langsung
memparktekannya di dunia profesi maupun yang langsung berpraktek. Bagi konselor
yang berlisensi tetapi tidak mempratekannya, masa berlakunya lebih pendek dari
yang berpraktek. Maksudnya, agar keterampilan dan kompetensi profesi konseling
dapat tetap terjaga dan kelayakannya dapat tetap dipertanggungjawabkan. Bagi
konselor berlisensi dan bekerja pada profesinya, yang masa berlakunya lisensi
berakhir, diwajibkan untuk memperbaharui lisensinya kembali untuk memenuhi
tuntutan perkembangan zaman sesuai dengan standar kompetensi mutakhir
kompetensi konselor.
Pada dasarnya yang menjadi sasaran
penyelenggaraan lisensi konselor adalah semua konselor atau yang ingin memilih
karir sebagai konselor di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
baik sebagai WNI maupun WNA. Tujuannya untuk menjamin mutu layanan konselor,
sehingga standar nasional pendidikan dapat dipertahankan, dan bahkan
ditingkatkan. Uji kompetensi dalam proses lisensi dapat dilaksanakan, secara
konvensional (paper and pencil tests) dan/atau secara audit kompetensi (portofolio,
performance based assessment, atau authentic assessment).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
pengembangan
profesi konseling memerlukan kegiatan evaluasi dan tindak lanjut yang mengarah
kepada terwujudnya standardisasi profesi, sertifikasi kompetensi, lisensi, dan
akreditasi lembaga penyelenggara pendidikan.. Kegiatan ini dapat berupa
program-program pengembangan yang secara langsung diimplementasikan berdasarkan
otoritas dan kebijakan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berwenang,kolaborasi
dengan stakeholders dan
pihak-pihak pengguna layanan profesi konseling, validasi standardisasi
profesi yang berbasis kebutuhan lapangan baik secara nasional maupun
internasional, dan kredensialisasi. Upaya dan tindak lanjut tersebut dilakukan
baik oleh LPTK,Depdiknas, maupun asosiasi profesi konseling (ABKIN) dalam porsi
kewenangan dan tanggungjawab masing-masing.
Pengembangan
kredensialisasi profesi konseling meliputi (1) validasi standardisasi profesi
melalui studi empirik-komparatif. (2) studi kelayakan tentang sasaran
yang kepadanya diberlakukan aturan kredensial (sertifikasi, akreditasi, dan
lisensi), termasuk warga negara asing; dan substansi masing-masing obyek
sertifikasi, akreditasi, dan lisensi. (3) penyusunan instrumen,kriteria, dan
prosedur pemberian sertifikasi,akreditasi, dan lisensi. (4) pembentukan
perangkat pelaksana sertifikasi,akreditasi, dan lisensi, serta kerjasama dengan
pihak-pihak terkait. (5) proses pelaksanaan sertifikasi, akreditasi, dan
lisensi termasuk untuk praktik mandiri bagi para konselor.
B. Saran
Penulis
mengetahui dalam makalah ini
tentunya masih ada kekurangan-kekurangan yang tanpa di senggaja atau di sadari
kekuranganya maka dalam hal ini di harapkan saran dan kritik yang sifatnya
membantu atau membanggun motifasi dalam membuat makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment