Wednesday, May 31, 2017

Makalah Lisensi dan Permasalahan BK




KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas diaucapkan kecuali puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana iya telah limpahkan rahmat hidayah-nya sehinggah tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas pada mata kuliah “Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling” yang berjudul Lisensi dan Sertifikasi Profesi BK.

`Dalam makalah ini tentunya masih ada kekurangan-kekurangan yang tanpa di senggaja atau di sadari kekuranganya maka dalam hal ini di harapkan saran dan kritik yang sifatnya membantu atau membanggun motifasi dalam membuat makalah yang berikutnya.

BAB l
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Akhir-akhir ini pendidikan menjadi masalah yang ramai dibicarakan. Berbicara mengenai pendidikan berarti berbicara tentang profesiguru. Pada saat ini profesi guru merupakan salah satu profesi yang banyak diminati oleh kebanyakan siswa dan siswi, hal tersebut karena guru merupakan profesi yang dapat menentukan masa depan bangsa ini, guru yang baik dan berkualitas dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas juga, begitu pun sebaliknya, seorang guru yang tidak berkualitas akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tertinggal dan bahkan bisa menjadi bangsa yang terjajah lagi, selain itu  saat ini profesi guru dijamin kesejahteraan hidupnya
Sertifikasi konselor adalah pengakuan terhadap seseorang yang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakanpelayanan bimbingan dan konseling, setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga pendidikan (LPTK) program studi Bimbingan dan Konseling yang terakreditasi.
Kompetensi yang diases adalah penguasaan kemampuan akademik sebagai landasan keilmuan dari segi penyelenggaraan layanan ahli bidang Bimbingan dan Konseling. Sertifikat kompetensi konselor dianugerahkan oleh lembaga penyelenggara pendidikan yang memiliki kapasitas dalam pembentukan penguasaan kompetensi yang dimaksud.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa saja Standar Kompetensi Profesi Konseling ?
2.         Apa isi Sertifikasi Kompetensi Konselor ?
3.         Apa fungsi dari Lisensi Konselor ?

C.     Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, isi dan fungsi dari Lisensi dan sartifikasi Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling, dan sebagai salah satu tugas mata mata kuliah profesionalisasi bimbingan dan konseling.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tuntutan dan Arah Standardisasi Profesi Konseling
Perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan kebutuhan masyarakat berkenaan dengan pelayanan konseling menuntut adanya standardisasi profesi konseling di Indonesia. Kondisi yang sedang berkembang pada saat ini yang menjadi dasar perlunya stnadardisasi profesi konseling antara lain sebagai berikut:
1.             Perkembangan pendidikan dan kehidupan masyarakat semkain mendunia yang diringi dengan berbagai perubahan dan kemajuan serta masalah-masalah yang melekat di dalamnya menimbulkan berbagai tantangan dan sekaligus menumbuhkan harapan bagi seluruh warga masyarakat. Tantangan, harapan, kesenjangan, dan persaingan yang terus- menerus sebagai suatu kenyataan yang dihadapi manusia dalam berbagai setting kehidupan, yaitu keluarga, sekolah, lembaga formal dan non formal, dunia usaha dan industri, organisasi pemuda dan kemasyarakatan, menjadi potensi timbulnya berbagai permasalahan. Kondisi semacam ini menjadikan fokus, perhatian serta medan pelayanan konseling semakin melebar, tidak hanya terbatas pada lingkungan persekolahan, melainkan juga memasuki lingkungan masyarakat luas. Konseling untuk semua (counseling for all) dan konseling sepanjang hayat (lifelong counseling) menjadi sangat relevan dengan dan sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan dan peningkatan kondisi kehidupan masyarakat yang mendunia. Dalam lingkup yang lebih luas itu, profesi konseling di Indonesia tidak hanya terkait dengan berbagai aspek yang bersifat nasional, melainkan juga bersifat internasional.
2.             Pelayanan konseling yang diarahkan untuk membantu pengembangan individu dalam setting sekolah dan masyarakat luas itu harus diselenggarakan oleh tenaga ahli profesional. Pendidikan tenaga profesi konseling yang selama ini dilakukan di LPTK, pada jenjang Sarjana (S1), Magister (S2), dan Doktor (S3), perlu dikaji ulang sesuai dengan arah profesi konseling yang dapat diakses untuk setting persekolahan maupun setting masyarakat luas. Kompetensi tenaga konseling profesional perlu dirumuskan dalam kaitannya standar profesi konseling. Kompetensi ini menjadi acuan atau dasar pengembangan program dan penyelenggaraan pendidikan tenaga konseling dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan. Program Pendidikan Magister dan doktor memiliki fungsi menyaipkan tenaga ahli atau akademisi untuk memperkuat bidang akademik, penelitian, dan pengembangan keilmuan konseling. Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) lebih terfokus kepada penyiapan praktisi konselor profesional yang berkewenangan menyelenggarakan pelayanan profesi konseling dimasyarakat luas.
3.             Jurusan/Program Studi Bimbingan dan Konseling sebagai penyelenggara program pendidikan prajabatan tenaga konseling profesional perlu memenuhi standar profesi konseling yang diharapkan. Hal ini mencakup kurikulum, dosen, sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya sehingga memenuhi standar minimum bagi terselenggaranya pendidikan profesional konseling. Pemenuhan standar profesi oleh para dosen akan dapat secara langsung meningkatkan keprofesionalan konseling dengan dampak yang berganda,terhadap: (a) mutu pendidikan program Sarjana (S1) Konseling; (b) mutu pelayanan konseling yang dipraktikan para lulusan S1 Konseling; (c) mutu perkembangan peserta didik di sekolah yang mendapat pelayanan konseling dari lulusan S1 Konseling; dan (d) mutu perkembangan dan perilaku individu/kelompok warga masyarakat yang telah mendapat pelayanan konseling, termasuk dari konselor yang berpraktik secara mandiri (privat).
4.             Pelayanan konseling yang mendunia menuntut standar profesi yang memenuhi persyaratan nasional dan internasional. Dalam hal ini, pelayanan dan program-program pendidikan tenaga profesi konseling harus didasarkan pada standar profesi konseling yang tidak hanya mendapat pengakuan nasional tetapi juga internasional. Profesi konseling di Indonesia dituntut untuk memenuhi satndar persayaratan konseling nasional, dan internasional, dan para tenaga profesionalnya dapat bersaing dengan tenaga profesional konseling di negara-negara lain.

B.     Konselor sebagai Profesi
Konselor adalah tenaga profesi yang menuntut keahlian khusus dalam bidang konseling. Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang berlaku. Profesi konseling merupakan keahlian pelayanan pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan pengguna sesuai dengan martabat,nilai, potensi, dan keunikan individu berdasarkan kajian dan penerapan ilmu dan teknologi dengan acuan dasar ilmu pendidikan dan psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan konseling yang diwarnai oleh budaya pihak-pihak yang terkait. Dengan demikian paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya.
Konseling sebagai ilmu dan profesi harus memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan nasional serta kehidupan masyarakat dan bangsa pada umumnya. Dari sudut pandang profesi bantuan (helping profession) pelayanan konseling diabdikan bagi peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan dengan cara menfasilitasi perkembangan individu atau kelompok individu sesuai dengan kekuatan,kemampuan potensial dan aktual serta peluang-peluang yang dimilikinya, dan membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta kendalam yang dihadapi dalam perkembangan dirinya. Pandangan terhadap manusia dari segi potensinya yang positif adalah sesuatu yang memberikan ciri pelayanan konseling dalam konteks pendidikan yang membedakannya dari perspektif pelayanan medis/klinis yang cenderung melihat dari sudut patologi.
Konseling tidak lagi hanya dipelajari sebagai seperangkat teknik, melainkan sebagai kerangka berpikir dan bertindak yang bernuansa kemanusiaan dan keindividuan. Nuanasa yang dimaksud akan lebih tampak dalam masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society) yang menempatkan orientasi kemanusiaan dan belajar sepanjang hayat sebagai central featur kehidupan masyarakat masa kini dan yang akan datang. Proses konseling tidak lagi sebagai proses parsial, melainkan sebagai proses holistik yang memadukan persiapan hidup dan dunia kerja yang mencakupi seluruh domain belajar, yang memadukan pengetahuan, nilai, kompetensi, dan keterampilan. Dalam perspektif ini, konseling memiliki peran membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan belajar baru dan memberdayakan mereka dalam memperoleh keseimbangan hidup, belajar, dan bekerja. Konseling menjadi proses belajar sepanjang hayat (lifelong counseling) yang dapat diakses secara berkelanjutan oleh seluruh lapisan masyarakat, berorientasi holistik, mampu menyediakan layanan dalam rentang yang lebar dan bervariasi, termasuk kelompok masyarakat yang beruntung. Kerangka konseling seperti ini  bersifat holistik yang menyatukan hakikat kemanusiaan, wawasan dan keilmuan, keterampilan, nilai serta sikap dalam pelayanan.
Kekuatan dan eksistensi profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal balik antara kinerja tenaga profesional dengan kepercayaan publik Brigg & Blocher,1986). Masyarakat percaya bahwa pelayanan yang diperlukannya itu hanya dapat diperoleh dari orang yang dipersepsikan sebagai seorang yang berkompeten untuk memberikan pelayanan yang dimaksudkan. Public trust akan mempengaruhi konsep profesi dan memungkinkan anggota profesi berfungsi dalam cara-cara profesional. Public trust akan menumbuhkan dan melanggengkan profesi, karena dalam public trust terkandung keyakinan bahwa profesi dan para anggota profesi berada dalam kondisi:
1.      memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui  pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang tinggi
2.      memiliki perangkat ketentuan yang mengatur perilaku profesional dan melindungi kesejahteraan publik, yaitu adanya kodifikasi perilaku profesional  sebagai aturan perilaku profesional, dan anggota perofesi bekerja berdasarkan standar perilaku profesional
3.      anggota profesi dimotivasi untuk melayani pengguna dan pihak-pihak terkait dengan cara terbaik, dengan komitmen untuk mengutamakan kepentingan pengguna dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi dan finansial.
Profesionalisasi konseling di Indonesia harus dilihat dalam konteks upaya untuk:
1.      mengokohkan dan mempromosikan identitas, kelayakan, dan akuntabilitas pendidik dan tenaga kependidikan secara nasional maupun internasional
2.      menegaskan identitas profesi pendidikan dan masyarakat pendidik dan tenaga kependidikan yang secara nasional telah memenuhi standard
3.      memantapkan kerjasama antara Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan dengan organisasi profesi dalam mendidik dan menyiapkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan profesional
4.      mendorong perkembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan dengan tuntutan dinamika perkembangan masyarakat
5.      memberikan perlindungan kepada pendidik dan tenaga kependidikan serta para penggunanya.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi (pasal 19 ayat 3). Sebelumnya, ditetapkan bahwa kurikulum perguruan tinggi disusun oleh kalangan perguruan tinggi bersama masyarakat profesi dan pengguna (Kepmendiknas nomor 045/U/2002). Disini tampak bahwa organisasi profesi memiliki peran yang cukup signifikan untuk berkontribusi di dalam merencanakan kurikulum pendidikan tinggi. Hal ini dapat dimaknai bahwa pendidikan tenaga konseling profesional menjadi tanggungjawab perguruan tinggi (LPTK) bersama masyarakat profesi dan pengguna.
Kredensialisasi profesi konseling, yang meliputi sertifikasi,lisensi dan akreditasi menjadi tanggung jawab bersama antara perguruan tinggi dan organisasi profesi berdasarkan standar profesi yang telah dirumuskan dan ditetapkan. Hal ini penting untuk berkembangnya public trust terhadap profesi pendidikan,baik dalam konteks kehidupan keprofesional nasional maupun internasional.



C.    Standar Kompetensi Profesi Konseling
Tuntutan dan arah standardisasi profesi konseling di Indonesia mengacu kepada perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan kebutuhan masyarakat berkenaan dengan pelayanan konseling. Standar kompetensi, merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup kemampuan,pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai,diketahui, dan mahir dilakukan oleh tenaga konselor.
Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi dan kredensi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi,menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi  profesi konselor merupakan keterpaduan kemampuan personal,keilmuan dan teknologi, serta sosial yang secara menyeluruh membentuk kemampuan standar profesi konselor.
Profil kompetensi Konselor meliputi komponen berikut:
1.    Kompetensi pengembangan kepribadian (KPK), yaitu kompetensi berkenaan dengan pengembangan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,berkepribadian mantap, mandiri dan mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
a.   Menampilkan kepribadian beriman dan bertakwa, bermoral, terintegritas, mandiri.
b.   Menghargai dan meninggikan hakikat, harkat dan kehidupan kemanusiaan.
2.    Kompetensi landasan keilmuan dan keterampilan (KKK), yaitu kompetensi berkenaan dengan bidang keilmuan sebagai landasan keterampilan yang hendak dibangun. Kompetensi ini meliputi substansi dalam bidang pendidikan, psikologi, dan budaya.
3.    Kompetensi keahlian berkarya (KKB), yaitu kompetensi berkenaan dengan kemampuan keahlian berkarya dengan penguasaan keterampilan yang tinggi.
a.  Hakikat pelayanan konseling.
b.  Paradigma,visi dan misi konseling.
c.   Dasar keilmuan konseling
d.  Bentuk/format pelayanan konseling
e.  Pendekatan pelayanan konseling.
f.    Teknik konseling.
g.  Instrumentasi konseling.
h.  Sumber dan media dalam konseling.
i.    Jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling.
j.    Pengelolaan pelayanan konseling.
4.    Kompetensi perilaku berkarya (KPB), yaitu kompetensi berkenaan dengan perilaku berkarya berlandaskan dasar-dasar keilmuan dan profesi sesuai dengan pilihan karir dan profesi.
a.  Etika profesional konseling
b.  Riset dalam konseling
c.   Organisasi profesi konseling
5.    Kompetensi berkehidupan bermasyarakat  (KBB), yaitu kompetensi berkenaan dengan pemahaman kaidah berkehidupan dalam masyarakat profesi sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.
a.  Hubungan antar-individu dan berhubungan dengan lingkungan.
b.    Hubungan kolaboratif dengan tenaga profesi lain: pembentukan tim kerjasama, pelaksanan kerjasama, dan tanggung jawab bersama.

D.    Sertifikasi Kompetensi Konselor
Sertifikasi kompetensi sebagai upaya penjamin mutu konselor dan di Indonesia mempunyai arti strategis dan mendasar dalam upaya peningkatan mutu konseling. Sertifikasi merupakan jawaban terhadap adanya kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional konselor. Oleh karena itu proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam memperoleh sertifikat kompetensi yang diperlukan.
Sertifikasi kompetensi adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat kompetensi konselor. National Commission on Educational Services (NCES) di Amerika Serikat memberikan pengertian sertifikasi secara lebih umum. Certification is a procedure whereby the state evaluates and reviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a license to teach. Jadi negara bagian di Amerika Serikat,melalui badan independen, yang disebut The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE) menilai ijazah yang dimiliki oleh calon guru untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberikan izin untuk menjadi guru atau tidak. Hal ini diperlukan karena model pendidikan tenaga keguruan antar lembaga penyelenggara pendidikan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. Oleh karena itu pemerolehan sertifikat dalam pertemuan ilmiah, seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, simposium, dan lain-lain bukanlah sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun non-kependidikan. Khusus untuk tenaga kependidikan, Pasal 42 ayat (2) menyatakan bahwa pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar,pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Pasal 43 ayat (2) menegaskan bahwa sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Jadi peran lembaga penyelenggara program pendidikan tenaga kependidikan yang terakreditasi sudah jelas dan tegas berwenang menyelenggarakan sertifikasi pendidik untuk TK,SD,SMP,SMA, dan SMK. Ijazah merupakan pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan yang diberikan kepada peserta didik setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Tujuan sertifikasi secara substantif adalah untuk mengaudit kompetensi konselor. Secara fungsional tujuan sertifikasi adalah sebagai berikut:
1.    Melindungi profesi konselor;
2.    Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra konselor
3.    Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara konseling, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten
4.    Membangun citra masyarakat terhadap profesi konselor
5.    Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu konselor.

E.     Lisensi Konselor
Lisensi merupakan ijin yang diberikan oleh lembaga pemerintah atau lembaga lisensi kepada individu untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah dibuktikan bahwa individu yang bersangkutan memenuhi persyaratan kompetensi sehingga keamanan, kesejahteraan, atau kesehatan masyarakat terlindungi (Shimberg,1987). Di Amerika Serikat, undang-undang lisensi diberlakukan pada akhir tahun1800-an, diawali oleh profesi kesehatan (dokter, dokter gigi, farmasi). Pada saat itu, masyarakat mulai cemas karena siapapun boleh berpraktik dalam bidang tersebut, tanpa persyaratan pendidikan atau pelatihan tertentu. Para profesi terkait, bersama-sama dengan masyarakat, kemudian memperjuangkan peraturan perundangan lisensi sehingga memungkinkan aparat keamanan mencegah individu yang tidak berkualifikasi untuk berpraktik. Dengan demikian lisensi berfungsi ganda, kecuali untuk penjaminan mutu juga untuk proteksi profesi.
Lisensi konselor diharapkan berlaku untuk rentang waktu tertentu, baik bagi yang tidak langsung memparktekannya di dunia profesi maupun yang langsung berpraktek. Bagi konselor yang berlisensi tetapi tidak mempratekannya, masa berlakunya lebih pendek dari yang berpraktek. Maksudnya, agar keterampilan dan kompetensi profesi konseling dapat tetap terjaga dan kelayakannya dapat tetap dipertanggungjawabkan. Bagi konselor berlisensi dan bekerja pada profesinya, yang masa berlakunya lisensi berakhir, diwajibkan untuk memperbaharui lisensinya kembali untuk memenuhi tuntutan perkembangan zaman sesuai dengan standar kompetensi mutakhir  kompetensi konselor.
Pada dasarnya yang menjadi sasaran penyelenggaraan lisensi konselor adalah semua konselor atau yang ingin memilih karir sebagai konselor di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai WNI maupun WNA. Tujuannya untuk menjamin mutu layanan konselor, sehingga standar nasional pendidikan dapat dipertahankan, dan bahkan ditingkatkan. Uji kompetensi dalam proses lisensi dapat dilaksanakan, secara konvensional (paper and pencil tests) dan/atau secara audit kompetensi (portofolio, performance based assessment, atau authentic assessment).


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
pengembangan profesi konseling memerlukan kegiatan evaluasi dan tindak lanjut yang mengarah kepada terwujudnya standardisasi profesi, sertifikasi kompetensi, lisensi, dan akreditasi lembaga penyelenggara pendidikan.. Kegiatan ini dapat berupa program-program pengembangan yang secara langsung diimplementasikan berdasarkan otoritas dan kebijakan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berwenang,kolaborasi dengan stakeholders dan pihak-pihak  pengguna layanan profesi konseling, validasi standardisasi profesi yang berbasis kebutuhan lapangan baik secara nasional maupun internasional, dan kredensialisasi. Upaya dan tindak lanjut tersebut dilakukan baik oleh LPTK,Depdiknas, maupun asosiasi profesi konseling (ABKIN) dalam porsi kewenangan dan tanggungjawab masing-masing.
Pengembangan kredensialisasi profesi konseling meliputi (1) validasi standardisasi profesi melalui studi empirik-komparatif. (2) studi kelayakan tentang  sasaran yang kepadanya diberlakukan aturan kredensial (sertifikasi, akreditasi, dan lisensi), termasuk warga negara asing; dan substansi masing-masing obyek sertifikasi, akreditasi, dan lisensi. (3) penyusunan instrumen,kriteria, dan prosedur pemberian sertifikasi,akreditasi, dan lisensi. (4) pembentukan perangkat pelaksana sertifikasi,akreditasi, dan lisensi, serta kerjasama dengan pihak-pihak terkait. (5) proses pelaksanaan sertifikasi, akreditasi, dan lisensi termasuk untuk praktik mandiri bagi para konselor.

B.     Saran
Penulis mengetahui dalam makalah ini tentunya masih ada kekurangan-kekurangan yang tanpa di senggaja atau di sadari kekuranganya maka dalam hal ini di harapkan saran dan kritik yang sifatnya membantu atau membanggun motifasi dalam membuat makalah berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment